Selama ini setiap terjadi gempa bumi di Pulau Sumatera, daerah Mukomuko tidak pernah lepas dari pembicaraan. Hampir dominan setiap gempa tektonik yang terdapat di Pulau Sumatera kerap berpusat di Mukomuko. Lantas, seperti apa sih sebetulnya kabupaten ini. Kenapa pula namanya Mukomuko. Berikut laporannya.
Budi Hartono- MUKOMUKO
Tokoh masyarakat Mukomuko sekaligus
Mantan Sekretaris BMA Kabupaten, Amiruddin menyampaikan penduduk
Mukomuko pada mulanya bertempat tinggal di suatu daerah yang diberi nama
Padang Ribun-ribun.
Penduduknya terdiri dari dua kelompok
yang tergabung dalam tujuh nenek/ninik. Yakni, nenek bergelar Maharajo
Damrah, Maharajo Terang,Maharajo Laksamana, Maharajo Tiang Eso, Maharajo
Rajo Kolo, Maharajo Pahlawan dan Maharajo Mangkoto.
Para sesepuh tersebut membentuk suatu
negeri yang dikepalai seorang penghulu adat sebagai kepala dari seluruh
suku tersebut yang disebut Datuk.
Dalam melaksanakan tugasnya, Datuk
dibantu oleh kepala suku. Yakni, Datuk Rajo Dulung, Kiyai Bujang,
Sangajing, Rajo Benda – benda dan Gunung Malenggang.
Beberapa puluh tahun kemudian muncullah
sebutan nama daerah ini Teluk Kuala Banda Rami. Sebutan itu diberikan
oleh seorang pendatang dari Kerinci.
Pendatang itu adalah seorang pedagang
yang membawa barang dagangan melalui jalan Sungai Ipuh dan menelusuri
Sungai Selagan dengan menggunakan rakit hingga sampai ke muara yang
merupakan pelabuhan biduk-biduk yang datang dari berbagai daerah untuk
berniaga.
Karena nama teluk Kuala Banda Rami
dibuat kaum pendatang. Para kepala suku mengadakan musyawarah di Padang
Ribun-ribun untuk mencari nama yang sesuai untuk daerahnya.
Tetapi bukan dari nama pemberian dari
pendatang. Lebih kurang selama enam purnama para kepala suku tersebut
bermusyawarah, belum juga ada kesepakatan tentang nama yang mereka
kehendaki untuk daerah ini.
Pada purnama ke tujuh. Para kepala suku
tersebut kedatangan tiga orang tamu dari Pagaruyung. Tamu itu adalah
Paduko Rajo, Maharajo Nan Kayo dan Maharajo Gedang.
Setelah berbasa-basi, salah seorang dari
tamu tersebut bertanya kepada pimpinan musyawarah, yang saat itu
dipimpin Maharajo Damrah tentang musyawarah yang tengah dibahas dengan
cara duduk berhadap-hadapan tersebut.
Maharajo Damrah menjawab, bahwa mereka
ingin mencari nama yang baik untuk daerah yang mereka tempati ini. Dan
pimpinan itu juga menambahkan bahwa malam ini adalah malam ke tujuh
untuk menentukan nama daerah.
Mendengar pernyataan itu. Tamu tersebut
menyamapaikan, berarti sudah tujuh purnama ini kalian berhadap-hadapan
muka saja (bermukomuko).
Mendengar ucapan tersebut. Dengan kompak
dan serentak seluruh kepala suku mengatakan kita berikan nama daerah
ini adalah Mukomuko. Sejak itulah Padang Ribun-ribun berubah menjadi
namanya Mukomuko.
Adapun versi lainnya mengisahkan bahwa
dahulu Mukomuko bernama Kerajaan Talang Kayu Embun. Pada Tahun 1529
terjadi keributan antara kerajaan Kerinci dengan Kayu Embun tentang
batas-batas kerajaan.
Saat itu Sultan Firmansyah Rajo
Indrapuro diperintahkan dan diatur bermukomuko/bermusyawarah bertempat
di rumah Gedang Lunang yang dihadiri para tokoh - tokoh.
Hasil bermusyawarah itu adalah resminya
nama Mukomuko dan resminya batas kerajaan Mukomuko dengan Kerinci, dari
Renah Sianit sampai bukit Sitinjau Laut.
Sejak saat itu pula adat istiadat budaya
nama Mukomuko diberlakukan. Raja pertama di Mukomuko adalah Raja Adil.
Raja kedua, Rajo Mudo Kawin Penekaan Sang Depati Laut Tawar dan yang
ketiga Maharajo Gedang dengan penekaan Sang Depati Laut Tawar.
Setelah itu, kata Amiruddin, raja
pertama yang dinobatkan di Mukomuko adalah Sultan Suaidi Syarif dan yang
hadir dalam penobatan saat itu dihadiri perwakilan dari warga Dusun
Pelokan, Dusun Lubuk Sanai, Dusun Pauh Terenja, Dusun Tanjung Alai,
Lubuk Gedang dan warga Lunang Manjuto serta perwakilan dari Dusun
Jarang.
Dari versi-versi tersebut sejarah asal
nama Mukomuko dapat ditemukan adanya kesamaan. Yakni, bahwa istilah
Mukomuko menunjukan kepada musyawarah yang dilakukan dalam rangka
mencari, menemukan dan menyepakati nama daerah yang sesuai untuk daerah
yang ditempati.
Terpisah, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Mukomuko, Yulia Reni menyampaikan
pihaknya telah mengusulkan ke Balai Pelestaraian Nilai Budaya, Padang.
Saat ini pihak tersebut tengah melakukan
penelitian tentang sejarah, adat istiadat, sistem kekerabatan di daerah
ini dan lainnya.
“Adanya sejumlah versi dari masyarakat
sah-sah saja. Tetapi belum dapat sepenuhnya dipastikan. Pihaknya saat
ini masih menunggu hasil penelitian dari pihak balai tersebut yang saat
ini tengah meneliti di lapangan,” lanjut Yulia.