Hingga awal abad ke-19 Daerah
Musi Rawas merupakan bagian dari Kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam.
Wilayah ini bahkan sempat dijadikan pusat kekuatan angkatan perang oleh Sultan
Mahmud Badaruddin II ketika menghadapi Armada Inggris. Setelah Kesultanan
Palembang dikalahkan Belanda dalam Perang Palembang, akhirnya pada tahun 1825
Kesultanan Palembang dibubarkan Belanda. Di Wilayah ulu juga terdapat
perlawanan terhadap penjajah Belanda, perlawanan Benteng Jati serta Enam
Pasirah dari Pasemah Lebar membuat Belanda mengerahkan pasukan untuk menumpas
perlawanan tersebut dan berakhir dengan kemenangan Belanda. Berakhirnya
perlawanan Sultan Palembang dan tokoh-tokoh pejuang dari daerah Ulu membuat
seluruh wilayah Kesultanan Palembang berhasil dikuasai Belanda.
Pada tahun 1825, wilayah Musi
Rawas menjadi bagian dari Keresidenan Palembang. Sistem pemerintahan yang
dipakai adalah Dekonsentrasi. Selanjutnya, Keresidenan Palembang dibagi atas
wilayah binaan atau Afdeling, yaitu :
1. Afdeling Banyu Asin en Kubustreken,
ibukotanya Palembang.
2. Afdeling Palembangsche Beneden
Landen, ibukotanya Baturaja.
3. Afdeling Palembangsche Boven
Landen, Ibukotanya Lahat.
Afdeling Palembangsche Boven
Landen dibagi dalam beberapa Onder Afdeling (Oafd), yaitu:
1. Oafd Lematang Ulu, ibukotanya
Lahat
2. Oafd Tanah Pasemah, ibukotanya
Bandar
3. Oafd Lematang Ilir, Ibukotanya
Muara Enim
4. Oafd Tebing Tinggi Empat Lawang,
ibukotanya Tebing Tinggi
5. Oafd Musi Ulu, ibukotanya
Muara Beliti
6. Oafd Rawas ibukotanya
Surulangun Rawas
Setiap Afdeling dikepalai oleh
Asistent Residen yang membawahi Onder Afdeling yang dikepalai kontroleur
(Kontrolir). Setiap Onder Afdeling membawahi Onder Distric dengan Demang
sebagai Pemimpinnya. Musi Rawas merupakan bagian dari Afdeling Palembangsche
Boven Landen dan Onder Afdeling (Oafd) Rawas yang beribukota di Surulangun
Rawas.
Pada tahun 1907, Onder Distric
Muara Beliti dan Muara Kelingi diintegrasikan kedalam satu Onder Afeling
yakni
Onder Afdeling Musi Ulu. Setelah dibuat jaringan kereta api
Palembang-Lahat-Lubuklinggau tahun 1928-1933, Pemerintah Belanda
kemudian memindahkan Ibukota
Oafd Musi Ulu, dari Muara Beliti ke Lubuklinggau. Kota Lubuklinggau
inilah yang
kemudian menjadi cikal bakal ibukota Kabupaten Musi Rawas.
Pada tanggal 17 Februari 1942,
Kota Lubuklinggau diduduki Jepang dan Kepala Oafd Ulu Controleur Ten Kate
menyerahkan jabatannya kepada Jepang pada tanggal 20 April 1943. Jepang
mengadakan perubahan instansi dan jabatan kedalam Bahasa Jepang. Perubahan
inilah yang menjadi titik tolak Hari Jadi Kabupaten Musi Rawas. Perubahan nama
tersebut antara lain, Onder Afdeling Musi Ulu diganti dengan nama Musi Kami Gun
yang dipimpin Gunce (Guntuyo). sedangkan Oafd Rawas diganti menjadi Rawas Gun. Pada
masa kemerdekaan, dibentuklah Kabupaten Musi Rawas yang beribukota di
Lubuklinggau.