Sekilas Tentang Kabupaten Natuna
Suatu jenis kesenian tradisi tentunya tidak bisa terlepas dari budaya masyarakat pendukungnya. Untuk memahami teater tradisi Lang Lang Buana, ada baiknya mengenal latar belakang daerah Kabupaten Natuna di mana teater tradisi ini tumbuh dan berkembang. Selain itu, mengenal latar belakang budaya masyarakat pendukungnya juga merupakan suatu hal yang penting untuk menggambarkan tentang teater tradisi Lang Lang Buana ini.
2.1.1 Sejarah Terbentuknya Kabupaten Natuna
Sejarah Kabupaten Natuna tidak dapat dipisahkan dari sejarah Kepulauan Riau, karena sebelum berdiri sendiri sebagai daerah otonomi, Kabupaten Natuna merupakan bagian dari Kabupaten Kepulauan Riau.
Berdasarkan Surat Keputusan Delegasi Republik Indonesia Provinsi Sumatera Tengah tanggal 18 Mei 1956 menggabungkan diri ke dalam Wilayah Republik Indonesia dan Kepulauan Riau yang diberi status Daerah Otonomi Tingkat II yang dikepalai Bupati sebagai Kepala Daerah yang membawahi 4 Kewedanan sebagai berikut :
• Kewedanan Tanjungpinang, meliputi Kecamatan Bintan Selatan, Bintan Timur, Galang, Tanjungpinang Barat dan Tanjungpinang Timur.
• Kewedanan Karimun meliputi wilayah Kecamatan Lingga, Kundur dan Moro.
• Kewedanan Lingga meliputi wilayah Kecamatan Lingga, Singkep dan Senayang.
• Kewedanan Pulau Tujuh meliputi wilayah Kecamatan Jemaja, Siantan, Midai, Serasan, Tambelan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur.
Kewedanan Pulau Tujuh yag membawahi Kecamatan Jemaja, Siantan, Midai, Serasan, Tambelan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur beserta Kewedanan lainnya dihapus berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau tanggal 9 Agustus 1964 No. Up/247/5/165. Berdasarkan ketetapan tersebut, terhitung tanggal 1 januari 1966 semua daerah administratif kewedanan dalam Kabupaten Kepulauan Riau dihapus.
Tertulis dalam sejarah bahwa di Kabupaten Natuna yang dulunya bernama Pulau Tujuh sebelum bergabung dalam Kepulauan Riau, telah memerintah beberapa orang “Tokong Pulau” (istilah yang diberikan kepada Datok Kaya di wilayah Pulau Tujuh).Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “Tekong” memiliki persamaan arti dengan Nakhoda,seorang yang memegang peranan dalam mengendalikansebuah kapal atau perahu layar. Di dalam pembicaraan sehari-hari, “Tokong” artinya tanah busut yang menonjol ke permukaan laut atau tanah kukup atau batu karang yang menonjol di permukaan laut yang sangat berbahaya untuk lalu lintas kapal yang melewati area tersebut. Julukan Tokong Pulau yang diberikan kepada Datok Kaya di Pulau Tujuh mengibaratkan seorang pemimpin yang mengendalikan pemerintahan di wilayah terkecil yang waktu itu diberi hak oleh Sultan Riau sesuai ketentuan “Yayasan Adat” yang sudah ada pada saat itu.
Silsilah dari keturunan Datok Kaya di wilayah Pulau Tujuh merupakan asal-usul orang ternama di wilayahnya dengan memiliki adat yang telah diatur sejak dahulu. Datok Kaya yang dipilih ini memimpin wilayahnya dengan disetujui oleh penguasa Belanda setelah mendapat restu dari Sultan Riau pada masa itu.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Ketua Adat Melayu Natuna, terdapat beberapa gelar yang diberikan di dalam pembagian wilayah kekuasaan dari Datok Kaya Pulau Tujuh.Pembagiannya sebagai berikut :
1. Wilayah Pulau Siantan, dipimpin oleh Pangeran Paku Negar dan Orang Kaya Dewa Perkasa.
2. Wilayah Pulau Jemaja, dipimpin oleh Orang Kaya Maharaja Desa dan Orang Kaya Lela Pahlawan.
3. Wilayah Pulau Bunguran, dipimpin oleh Orang Kaya Dana Mahkota dan dua orang Penghulu serta satu orang Amar Diraja.
4. Wilayah Pulau Subi, dipimpin oleh Orang Kaya Indra Pahlawan dan Orang Kaya Indra Mahkota.
5. Wilayah Pulau Serasan, dipimpin oleh Orang Kaya Raja Setia dan Orang Kaya Setia Raja.
6. Wilayah Pulau Laut, dipimpin oleh Orang Kaya Tadbir Raja dan Penghulu Hamba diraja.
7. Wilayah Pulau Tambelan, dipimpin oleh Petinggi dan Orang Kaya Maha Raja Lela Setia.
Orang-orang kaya seperti yang disebutkan di atas merupakan penguasa yang memerintah di wilayah Pulau Tujuh pa